السلامے عليكمے ورحمـﮧ اللّـﮧ وبركاتـﮧ

Wednesday, December 24, 2014

Tinjauan Arsitektur, Peran dan Fungsi Masjid

Secara etimologi masjid adalah suatu tempat atau bangunan yang berfungsi sebagai tempat sujud bagi umat Islam.  Secara terminologis masjid dipahami lebih luas daripada sekedar tempat sujud atau tempat sholat saja. Masjid menjadi pusat kegiatan dan pembinaan umat. Diantara sekian banyak fungsi masjid sebagaimana dicontohkan pada masa Rasulullah antara lain sebagai tempat ibadah, tempat menuntut ilmu, tempat pembinaan jama’ah, pusat dakwa dan kebudayaan, pusat kaderisasi umat islam, dan lain-lain. Oleh karena itu, masjid dapat diartikan lebih luas, bukan hanya sekedar tempat bersujud, pensucian, tempat sholat, namun juga sebagai tempat melaksanakan segala aktivitas kaum muslimin berkaitan dengan kepathuan kepada sang Allah Subhana wa Ta’ala. (Yulianto, 2006).

Masjid memiliki fungsi dan perannya yang dominan dalam kehidupan umat Islam, beberapa diantaranya adalah:

1. Sebagai tempat ibadah
Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah tempat sholat. Makna ibadah di dalam Islam adalah menyangkut aktivitas kehidupan yang ditunjukan untuk memperoleh ridha Allah, maka fungsi Masjid disamping sebagai tempat sholat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.

2. Sebagai tempat menuntut ilmu
Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardhu‘ain bagi umat Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan lain sebagainya.

3. Sebagai tempat pembinaan jamaah
Dengan adanya umat Islam disekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dapat dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan da’wa islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi basis umat yang kokoh.

4. Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan Islam
Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu bedenyut untuk menyebarluaskan da’wah islamiyah dan budaya Islami. Di masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan da’wah dan kebudayaan Islam yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid berperan sebagai sentra aktivitas da’wah dan kebudayaan.

5. Sebagai pusat kaderisasi umat
Sebagai tempat pembinaan jama’ah dan kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Karena itu pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa. Diantaranya dengan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ), Remaja Masjid maupun Ta’mir Masjid beserta kegiatannya.

Kondisi masjid dewasa ini jauh dari kondisi masjid jaman Rasulullah. Beberapa fakta yang dapat ditemui dilapangan tentang masjid dewasa ini antara lain: Masjid berukuran besar dan banyak namun sepi jama’ah. Toilet masjid kurang terawat, kotor, bau, serta tidak mencerminkan bahwa umat Islam mencintai keindahan dan kebersihan, terkadang juga karpet atau alas jarang dicuci. Masjid digunakan hanya untuk sholat, setelah itu masjid sepi dan dikunci. Tidak ada diskusi, bedah buku, kajian tematis, rapat mengenai strategi pengumpulan dan penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf, yang efektif dan efisien, apalagi sebagai tempat untuk menuntut ilmu pengetahuan, seperti pelatihan computer, kewirausahaan, dan lain sebagainya. Jama’ah masjid terbesar adalah orang-orang tua, sepi dari remaja maupun pemuda. Remaja dan pemuda enggan aktif di organisasi remaja masjid karena dominasi orang tua yang tidak memberikan ruang gerak bagi remaja.

Dalam tinjauan arsitektur, Islam tidak menuntut agar masjid diwujudkan dalam bentuk sedemikan rupa, melainkan membebaskan umatnya untuk mengekspresikan bentuk masjid dalam kebudayaan masing-masing. Islam hanya mewajibkan adanya kebersihan dan bebas dari najis dalam masjid, sehingga dapat dikatakan masjid lebih mencerminkan ruang yang suci dibandingkan ruang yang sakral.

Islam mengajarkan sebuah konsep komunikasi langsung antara Sang pencipta dengan umatnya. Apabila seorang muslim ingin beribadah di sebuah ruangan, maka ruang itu adalah masjid baginya, bahkan berada di ruang luar sekalipun, seorang muslim tetap dapat beribadah disebuah alas yang bersih dan bebas dari najis.

Islam tidak mengajarkan untuk memperlakukan suatu material atau objek tertentu sebagai sesuatu yang sakral, karena itu, konsep adanya perbedaan antara ruang sakral dan ruang sekular tidak diterapkan pada masjid. Melepas alas kaki sebelum memasuki masjid dan ber-thaharah (bersuci) sebelum melaksanakan kegiatan ibadah adalah kegiatan membersihkan dan mensucikan diri sehingga sama sekali tidak merepresentasikan adanya perpindahan dari ruang sekular menuju ruang sakral.

Seiring dengan berjalannya waktu, terjadi penyempitan makna masjid yang tadinya bermakna heterogen kini hanya memiliki makna homogen yaitu hanya sebagai tempat beribadah. Penyempitan tersebut merupakan dampak dari diterapkannya konsep sacred (sakral) pada masjid.

Akibat adanya sakralisasi tersebut, arsitektur islam mencari sebuah simbol yang dapat membedakan dirinya dengan yang lain. Salah satu contoh simbol tersebut adalah atap kubah, dimana atap jenis ini pertama kali digunakan di banyak daerah di Timur Tengah dan Afrika Utara yang kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia Islam. Kubah sebagai salah satu bentuk atap lazim digunakan sebagai penutup atap bangunan keagamaan dilihat dari sifatnya yang menunjukan kekuatan dan kekuasaan yang terpusat.

Saat ini sebagian besar masjid dimaknai sebagai tempat beribadah yang berwujud sebagai sebuah ruang yang memiliki batasan-batasan fisik dan diyakini sebagai ruang yang sakral, yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya, kemudian diyakini jika ada perubahan yang terjadi pada konsep tersebut maka fungsi dari masjid tersebut akan terdistorsi. Karena alasan itulah bentuk dan desain masjid pada akhirnya memiliki elemen-elemen standar seperti kubah, minaret, mimbar, dan mihrab yang biasanya diproduksi kembali dalam sebuah image arsitektur yang familiar, dan telah tertanam dalam pikiran umat Islam sebagai hasil dari repetisi secara konstan selama bertahun-tahun. Elemen-elemen tersebut terutama kubah kini tidak bermakna sebagai salah satu bentuk atap, melainkan untuk menampilkan image masjid. Atap kubah tersebut kini tidak lagi dipandang sebagai sebuah kebutuhan untuk menaungi ruang dalam masjid, melainkan hanya sebuah keinginan atau keharusan untuk menunjukan bahwa bangunan dengan elemen kubah adalah masjid.

... wallahualam bissawab

(Dirangkum dari berbagai sumber)

1 komentar:

Mbul Kecil said...

Indahnya filosofi mesjid ya

Post a Comment