السلامے عليكمے ورحمـﮧ اللّـﮧ وبركاتـﮧ

Thursday, February 6, 2014

Renungan Arsitektur Kita

Bencana banjir dan tanah longsor yang nyaris melumpuhkan aktivitas kota Manado pada tanggal 15 Januri 2014 menyadarkan saya bahwa, lebih penting menjadi manusia yang baik dari pada menjadi arsitek yang hebat. Tidak bermain menjadi “Tuhan”, namun mencoba bersikap pantas sebagai seorang manusia yang berarsitektur dan membentuk ruang.

Mengguratkan ide pada secarik kertas kosong untuk menemukan bentuk, atau mencoba bermain dengan geometri yang unik yang membuat orang berdecak kagum atas keindahan yang coba ditawarkan. Namun berapa banyak yang kemudian sadar atas kodratnya sebagai manusia, dan kemudian berdamai dengan egonya untuk membuat sebuah ruang yang bermakna lebih dari apa yang ada secara kasat mata? Maka estetika saja tidak cukup tanpa dilandasi etika dalam berarsitektur.

Bagi saya, menjadi seorang arsitek berarti sebuah tanggung jawab hidup untuk menghadirkan ruang yang humanis bagi manusia lainnya. Bertanggung jawab kepada sang maha pencipta, atas semua intervensi manusia terhadap alam yang diciptakan oleh Allah Ta’ala.

Alam bukan sebuah kertas kosong yang dapat dicorat coret sesuai keinginan kita untuk mewujudkan monumen ego kita sendiri. Rasanya terlalu naïf bila ego kita tersalurkan lewat bentuk yang tanpa makna, hanya sekedar memproklamirkan kekuasaan seorang arsitek atas sebidang bentang alam. Ada banyak kepentingan alam yang tidak boleh dikesampingkan begitu saja dan sangat berpengaruh pada siklus kehidupan yang wajar.

0 komentar:

Post a Comment