Dalam rancangan bangunan yang memiliki sistim struktur berbeda diperlukan dilatasi untuk menahan gaya lateral yang bekerja pada gedung. Bayangkan jika pada saat gempa bangunan menyatu tanpa ada dilatasi, ibarat sebuah pohon besar yang roboh dan menimpa pohon lainnya. :-o :-o :-o
Hidup yang kita jalani, hanyalah episode singkat yang silih berganti, dan untuk menikmatinya kita perlu dilatasi (baca: jarak) yang tidak terlalu rapat. Dengan jarak kita dapat lebih seksama memberi kesempatan dalam memahaminya, memahami cara hidup agar kita masih dapat mengukir makna dalam hidup yang sebentar ini. :-)
Beberapa kali aku mencoba memahami, jika dilatasi sudah tercipta dan memberi arti pada setiap rangkaian kata, lalu apa kita perlu menambahnya? Jika tali pengikat jarak sudah memberikan ruang untuk tidak selalu berhimpitan, lalu kenapa kita semakin mengulur hingga semakin menjauhkan rasa "saling" itu? Jangan biarkan dilatasi kemudian menjelma menjadi sebuah ruang yang awalnya hanya sekedar saja tapi tiba-tiba terasa membebani langkah hingga terseok dan tertatih. :-k
Biarkan dilatasi ini membangun kembali ingatan kita yang mudah terlupakan dan tak mampu dibendung oleh memori otak, merangkum kembali pengalaman-pengalaman dan menjadikannya kenangan yang tak terlupakan. Pada akhirnya, biarkan dilatasi mengalir sekedar mengembara, menyusun dan mengisi kembali, sehingga tak perlu ada yang dipaksakan. Maka luangkan waktu untuk melangkah, berikan ruang untuk mengukur jarak, Bukankah kita baru bisa bergerak bila ada jarak? dan saling menyayang jika ada ruang? :-$
0 komentar:
Post a Comment